Translate

1.8.09

11 Portrait Part II : The Old Man

11 Potrait
Part II : The Old Man
Category : Fiksi Misteri
Written by : Blog Author


Cerita sebelumnya :
Ia berjalan mendekati potret itu, matanya tak berkedip melihat potret hitam putih itu. Potret itu seperti hidup, seperti menelanjangi dirinya yang sekarang terpaku di depan, ia merasa seperti hanya dirinya dan potret itu semua orang yang hadir ditempat itu seakan-akan lenyap. Hening. Sebuah potret seorang ayah dan anak dengan latar belakang rumah tua . Ayah dan anak itu tesenyum samar. Dibawah bingkai potret itu tertulis dengan huruf cetak tebal “SMILING FACE”…………….

...................................................................................................
“Sebuah senyuman abstrak bukan ?”
“Well, seperti lukisan senyuman monalisa …anak muda”
Randy mencoba bangun dari keheningannya. Ia berbalik ke arah orang yang mengajaknya berbicara
“Ooh..anda ..”
“Yah anak muda” orang tua itu memotong pembicaraannya. Ia tersenyum menampakkan garis bibirnya yang sudah berkerut. Lalu meninggalkan randy mematung di depan potret itu.
Dari kejauhan nampak sahabatnya iksan berlari-lari kecil menuju tempatnya berdiri. Randy hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Ikhsan membalasnya.
“Huuuf, sory sob …tadi aku naik kendaraan umum. Dan tuh supir muter-muter trus pake acara lewat pasar masomba segala,.Tahu sendiri khan kalalu supir lewat pasar masomba pasti lama menunggu penumpang.”
Randy tersenyum menatap sahabatnya itu
“Gak apa-apa bro, dimaafkan kok”
Ikhsan menatap ke depan, menatap potret di depan randy
‘Wah…pencahayaannya bagus banget nih”
“Iya..tapi potret ini aneh san …”
“Aneh apanya..”
“Entahlah aku seperti merasa tertawan di dalamnya ..”
“Ha..imajinasimu terlalu tinggi tuh. Iya sih memang potret ini agak suram tapi hanya pencahayaannnya sih bro..aku gak melihat. yang aneh-aneh”
“Oh yah randy, kamu tahu nggak kalau sekarang restu arkam mengadakan lomba di tiap-tiap institute kesenian di Indonesia dan pemenangnya bakalan di ajak ke bali dan bakal di beri beasiswa untuk pendidikan di insitute potographynya di bali bro…wah kita kudu ikut nih”
“wah serius komiu ?”
“Tidak saya becanda…yah iyalah khan”
“Informasimu selalu up to date bro hehe “
Setelah mereka berkeliling melihat-lihat potret-potret itu merekapun pulang meninggalkan hall itu.

Keesokan harinya di kampus,

Seorang pria memasuki ruang kelas yang menyerupai hall, ruang ini sangat luas, dengan beberapa alat praktek yang terletak di bagian belakang ruang kelas. Hari ini jam praktek untuk pemotretan. Pria itu memasuki ruangan dengan penuh percaya diri. Pria itu diikuti seorang kakek berumur sekitar 60 tahunan memakai sebuah tongkat. Pria itu mempersilahkan kakek itu duduk disebuah kursi kosong di sebelah white board .
“Selamat pagi anak-anak”
“Hari ini agak berbeda dari pertemuan kita sebelumnya. Sengaja saya menggabungkan semua kelas seni photography hari ini, sehubungan kita kedatangan tamu hari ini, mungkin beberapa mahasiswa sudah pernah melihatnya secara langsung kemarin…” dosen itu berbalik menghampiri kakek itu
“Ya..inilah bapak restu akram yang saat ini sedang mengadakan pameran photography di gedung Cendrawasih selama tiga hari ini, saya persilahkan bapak restu”
Kakek itu memperbaiki letak tongkatnya, lalu memberi kode kepada pak ilham, meminta kepada pak ilham untuk melanjutkan perkenalan tampaknya ia kelelahan.
“oh yah, baik…ehm..yah kedatangan bapak retsu kemari untuk mengadakan lomba pemotretan dengan tema natural black & white. Setiap mahasiswa kelas seni photography wajib mengikutinya”
“hasil pemotretan paling lambat dikumpul besok sore, jadi anak-anak berkereasilah sekreatif mungkin karena bagi pemenangnya akan mendapatkan hadiah ke bali dan menerima beasiswa penuh untuk melanjutkan pendidikan di institute phography “Restu Arkam”
“Cepat sekali pak….tenggat waktunya”
“Yah …benar sekali. tapi bisakan memenuhinya ? pak ilham tersenyum
“Iya pak, insya llah”
Pak ilhampun berbalik ke arah kakek itu menanyakan apakah ia ingin menyampikan sesuatu. Kakek itu menggeleng. Seorang wanita tua, tiba-tiba masuk dalam kelas dan membawa keluar kakek itu. Mata kuliah hari itupun di lanjutkan.

Beberapa hari kemudian

Randy bergegas melihat papan pengumuman. Sejak kemarin hatinya gundah ingin mengetahui siapa wakil dari kampus ini untuk mengkuti lomba photography tingkat nasional itu.
Di depan ruang akademik telah ramai mahasiswa-mahasiswi ingin melihat pemenang lomba itu. Ikhsan, sahabatnya ada di sana juga.
Randy menyeruak ke dalam kerumunan itu, di papan itu tercantum pengumuman dengan huruf bold tebal di bawahnya tertera satu nama, nama yang sangat ia kenali. Randy terdiam, ia tak menyangka.
Nama di pengumuman itu tertera: Mohammad Ikhsan Anugrah
Randy berusaha mengumpulkan rasa percaya dirinya, yang berserakan melihat hasil pengumuman itu.
Ia berbalik, tersenyum kepada sahabatnya
“Selamat chank, semoga sukses yah di tingkat nasional”
Ikhsan menatapnya dalam-dalam “Aku tak menyangka ran, bahkan hasil pemotretanku tidak lebih baik dari ajul tapi kok bisa-bisanya aku yang masuk dalam nominasi lomba ini ran aku jadi gak enak nih bro..aku …”
“Sudahlah, pasti ada sesuatu yang lebih dari hasil pemotretanmu sob. Randy tersenyum mencoba memperlihatkan kepada sahabat satu-satunya jika ia ikhlas menerima kekalahan ini.

Hampir seminggu lamanya randy beraktifitas kembali di kampus pasca kekalahannya dalam lomba pemotretan itu, dosen-dosen hanya memberinya semangat untuk lebih kreatif lagi mencari angle.
Sepeninggal lomba itu sahabatnya seperti menjauh darinya, ia seperti tidak mengenalnya lagi. Mereka sudah jarang bertegur sapa pasca pengumuman lomba itu. Padahal mereka sering sekelas tapi ikhsan menjadi sosok yang pendiam. Ia hanya menjawab seperlunya saja.
Suatu pagi saat mata kuliah teori spectrum, dosen memperlihatkan perbandingan hasil-hasil potret saat perlombaan dulu.
Diperlihatkan hasil potret ikhsan. Potret itu mempunyai latar sebuah pesta kebun dengan distorsi cahaya di mana-mana. Tampaknya potret itu hanya menggunakan pocket kamera dengan diagfragma yang tidak pas. Ikhsan protes keras menyanggahnya dan menjelaskan bahwa dosen itu tidak tahu bagaimana membedakan hasil sebuah potret dan bagaimana memotret yang baik. Ia menambahkan bahwa dosen dan seluruh kampus ini iri akan kemenagannya mengikuti lomba tingkat nasional.
Randy mencoba membantu untuk membela sahabatnya itu tapi ikhsan malah menatapnya dengan tajam. tatapan itu tatapan kebencian.
Randy terdiam, ia shock. Mereka telah bersahabat sejak kelas 1 SMP dan tidak pernah sekalipun mereka bertengkar hebat. Sekarang sahabatnya itu memusuhinya, tanpa alasan yang jelas.
Selesai kuliah randy mencoba menyusulnya ke rumah. Rumah itu tampak sepi di siang hari, seorang ibu membukakan pintu dan menegurnya ramah
“Eh..nak randy..sudah lama tidak kerumah nak” Ibunya menyunggingkan senyum
“Iya tante, belakangan sibuk di kampus”
“Mari masuk nak..”
“Terima kasih tante”
“Mencari ikhsan yah nak…..”
“Iya tante…ikhsannya ada ? “
“Duh gak tahu juga nak..belakangan ini dia jarang sekali pulang ke rumah. Ia selalu ke hotel tempat restu arkam menginap atau ke gallerinya di geduing cendrawasih nak…”
“Oh gitu tante yah…kalau begitu saya permisi dulu tante, terima kasih”
Randypun permisi meninggalkan rumah itu dengan motor bututnya.
Randy melalui jalan kartini karena gak teduh lewat jalan ini, pikirannya kalut mengingat kejadian di kampus pagi ini. Ia merasa ada yang tidak beres dengan randy . Mereka sudah bersahabat sekian lama masa hanya perkara lomba mereka menjadi renggang begini…
Randy mencoba mengambil jalur kanan tiba-tiba di depannya lewat mobil katana dengan kecepatan sedang. Ia terserempet.
Bapak itu, menghentikan mobilnya. Ia menghampiri randy.
“Kau taka pa-apa nak ?”
“Huuh” randy mencoba bangkit kakinya kram agak lecet
“Biar saya bantu nak…” bapak itu mencoba menolong
“Untung jalur sepi nak..saya tak tahu bagaimana kalau rame…saya mohon maaf nak
“Ah..tidak apa-apa pak saya bisa berdiri kok”…”Oooh uh..sakitnyaaa!”
“Saya bawa saja ke rumah sakit bhayangkara yah nak…biar motormu akan di titip di bengkel sana”
“Uh…oh baik pak..terima kasih”

Sesampainya di rumah sakit randypun diobati dan hanya luka luar saja., hanya kakinya di perban untuk sementara agar tidak terjadi pendarahan.
Setelah di obati randy berterima kasih kepada bapak itu, karena telah menolongnya. Ke rumah sakit dan menyelesaikan segala biaya administrasinya.
Randy berjalan keluar dari rumah sakit. Tak sengaja melihat seorang wanita tua yang pernah di temuinya waktu di galeri dan di kelas. Ia pengasuh kakek itu, restu arkam !
Wanita tua itu masuk dalam sebuah ruang vip anggrek. Dari luar terdengar suara orang tua yang berteriak-teriak memohon untuk dilepaskan.
Randy mencoba menengok ke dalam kamar, tampak olehnya wanita tua dan suster yang ada di kamar itu mencoba menenangkan kakek itu.
Wanita itu putus asa dan meninggalkan orang tua itu terbujur sendirian tak berdaya di tempat tidurnya. Orang tua itu agak tenang sekarang suster meninggalkan tempat itu.
Kamar itu kosong, hanya tinggal aku yang berdiri mematung di depan pintu.
“”Tok..tok…” aku mengetuk pintu kamar itu
“Pak Restu Arkam ?? “
Kakek itu menoleh. Tampaknya ia kaget melihatku.
“Randy !!” teriaknya lemah
Aku kaget, kakek itu memangggil namaku dengan jelas. Akupun masuk.
“Randy tolong aku …ini aku !”
‘Maaf pak bisa saya bantu ? aku mencoba tersenyum
“ Ranndy…ini aku randy …ikhsan” Pekiknya tertahan
Aku kaget, mungkin aku salah dengar
Kakek itu melihatku dengan tajam. Aku menatapnya dalam-dalam. Mata itu tak mungkin berbohong…
“Iya ini aku randy !...tolong aku mengapa aku berada di sini….
Aku hanya terdiam terpaku menatapnya terbujur kaku, dengan selang infus di lengannya dengan tubuh tuanya. Pria tua itu sahabatku Ikhsan………….
Bersambung

Tidak ada komentar: