Translate

22.6.10

11 Portrait III : Kamera Bencana


Randy seakan tak percaya dengan kejadian itu. Tapi wujud ikhsan sahabatnya itu benar-benar hadir didepannya dengan tubuh tuanya yang penuh keriput."Sobat, ceritakanlah apa yang terjadi !""Aku tak tahu randy, aku hanya diminta datang ke tempatnya lalu..uhuk..lalu.." ia berusaha meneruskan kalimatnya dengan susah payah. Tiba-tiba seorang suster memasuki ruang rawat "Ah ! Äpa yang anda lakukan disini, ini bukan jam besuk lagi ! Tolong anda segera meninggalkan tempat ini !""Tolong suster ini penting sekali !"randy menghiba pada suster itu. Namun karena detak jantung kakek itu semakin lambat dan beberapa mulai suster bermunculan dalam ruangan itu akhirnya randy meninggalkan ruang rawat itu. Sepanjang koridor rumah sakit itu randy tercenung, jika memang yang dalam kamar perawatan adalah ikhsan sahabatnya yang cerewet itu lalu siapa yang berada dalam kelas kemarin pagi ? "Huh, benar-benar memusingkan ! mana kaki lagi sakit gini lagi ! Trus motor lagi dibengkel pula ! " umpatnya.Iapun menuju halte kendaraan umum menunggu kendaraan umum.Tak lama naiklah ia ke kendaraan umum tsb. dan tak sampai sepuluh menit kendaraan itu berjalan. Tiba-tiba kendaraan umum itu berbelok ke arah jalan tumbelaka, mengantar salah seorang penumpang yang mempunyai tujuan ke STIKOM yang berada tak jauh dari gedung cendrawasih tempat perhelatan pameran fotographi restu arkam. Penumpang itupun turun tepat didepan gedung itu, randy memandang nanar melalui kaca jendela kendaraan ke dalam gedung tersebut. Sepertinya potret karya restu arkam itu nampaknya belum dipindahkan dalam gedung itu !
Tanpa dikomando, randy langsung turun dalam kendaraan tersebut, membayar pada sopirnya dan berlalu meninggalkan kendaraan tsb.
Siang itu sangat terik, tapi randy tak perduli ia terus berjalan ke arah gedung itu. Gedung itu sangat sepi hanya terdapat dua orang satpam yang menjaga potret-potret yang telah tersegel itu. Randypun menghampiri kedua satpam tersebut.
"Permisi pak, apakah bapak restu arkamnya ada pak ? randy bertanya namun tersadar jika pertanyaannya keliru.
"Öh mohon maaf dek, sejak 4 hari yang lalu beliau tidak pernah nampak lagi di gedung ini..." seorang satpam yang berperawakan agak tinggi menjawab pertanyaannya.
"Iya dek, padahal potret-potret ini harus dikirim kembali ke jakarta namun beliau belum datang juga, aneh" sambung satpam yang satunya.
"Baiklah pak terima kasih atas infonya oia apakah bapak pernah melihat teman saya ikhsan orangnya sedikit tirus, kulitnya agak putih dan ada tahi lalat disebelah kanan hidungnya ?"
Salah seorang satpam bergumam "Mmmh..ya, kemarin ada seorang mahasiswa memang datang ke tempat ini seperti ciri-ciri tadi tapi ia hanya datang mengambil barang yang diminta oleh pak restu untuk diambil".
“iya benar kemarin memang ada pemuda datang dengan ciri tersebut” sahut satpam satunya tak mau kalah.
“Oh gitu yah pak, bapak tahu dimana pak restu arkam menginap sebelumnya?”
“Kalau nggak salah pak restu nginap di hotel mulia nak”
“Baiklah kalau begitu, terima kasih atas infonya pak selamat siang”
Randy lalu beranjak dari tempat itu dan menuju hotel mulia dengan menumpang salah satu kendaraan umum.

Hotel Mulia

Hotel mulia adalah hotel bintang empat yang berarsitektur minimalis penuh detail nuansa hijau ini terletak di jantung kota palu. Cukup dekat dengan lokasi pameran fotografi.
Tak lama nampaklah pemuda berumur dua puluh tahunan nampak tergesa-gesa menuju pintu lobby. Dialah randy.
“Permisi mba, saya salah satu penggemar pak restu arkam dan ingin bertemu beliau apakah bisa saya menemuinya mba ?” harapnya
“Oh mohon maaf dik, bisa menunggu sebentar ? sahutnya

Sambil menunggu, randy menuju kursi coklat yang terletak di ujung pintu lobby yang memang letaknya agak tersembunyi. Sambil menunggu ia membaca koran sambil sesekali melihat kearah lobby dan tiba-tiba dilihatnya seorang yang sangat dikenal olehya. Tak salah lagi itu wujud ikhsan, sahabatnya yang berjalan menuju Lift. Diikutinya diam-diam menuju pintu elevator dan menunggu disamping pilar depan, Nampak cukup banyak orang antri di depan pintu elevator dan randy berinisiatif berdiri menunggu di belakang wisatawan asing yang berbadan besar untuk menutupi dirinya. Dan ia masih berusaha berada dibelakang wisatawan tsb dan sepertinya ikhsan tidak merasa curiga jika mereka berada dalam satu elevator.
Elevator itu berhenti pada lantai 15, lantai teratas dalam hotel tersebut.
Dilantai teratas ini hanya terdapat beberapa kamar yang bertype private super deluxe dan beruntung wisatawan yang berada di depan randy juga menginap di lantai ini. Iksan melangkah ke salah satu kamar bernomor 1503, randy masih menunggu di depan pintu elevator untuk meninggalkan perasaan curiga pada ikhsan.
Setelah ikhsan masuk dibiarkan pintunya terbuka lebar, randy perlahan-lahan berjalan menuju kamar hotel tersebut. Tepat di depan pintu kamar dan merasa ikhsan tidak berada di sekitar pintu depan. Randypun mengendap-endap masuk. Ruangan tersebut cukup luas dengan dinding-dinding kaca yang menghadap ke pantai. Ikhsan masih belum Nampak, tampaknya berada di dalam kamar mandi, randy mendengar suara keran mengalir dalam kamar mandi. Di dalam ruangan itu terdapat sofa dan beberapa barang yang berserakan di ruang tamu. Di sebelah utara ruangan tersebut Nampak dipan yang cukup lux dengan tatanan minimalis dan disampingnya terletak 10 pigura besar dan kamera tua serta tripodnya yang lumayan besar. Suara keran dalam kamar mandi tiba-tiba berhenti. Randy segera bersembunyi di balik gorden. Ikhsan keluar dalam kamar mandi lalu melihat sebentar ke pintu yang terbuka lebar dan mengambil tas yang terletak di meja sofa lalu mengambil kartu pass kamar hotel dan keluar. Lampu dalam kamar otomatis padam. Randy lalu keluar dalam persembunyian, matanya nanar memandang sekeliling lalu tertumbuk pada tumpukan 10 pigura besar. Lalu dipandanginya kamera kuno yang terletak di sampingnya. Kamera itu cukup unik mempunyai ulir-ulir daun yang khas pada pinggirannya. Randy ingin mencoba kamera tersebut diambilnya, seketika aura di sekeliling randy membentuk sebuah siluet. Ia ingin menyimpan pemandangan dari balik kaca kamar hotel dalam kamrea kuno tersebut, tangannya menekan button yang berada di bagian atas kamera tersebut.
“Klik” Siluet itu menjadi semakin nyata ingin mendesak randy. Randy gelagapan. Nafasnya seakan berhenti. Ia semakin tenggelam dalam siluet itu. Hening.
_____________
Bersambung