Translate

1.9.09

Moslem Corner : Belajar dari Kisah “ Sunglasses diganti Kapal Tanker”

Seseorang bernama Itang yang tinggal di bilangan Tangerang Jakarta berniat untuk menunaikan ibadah haji pada musim haji tahun 1994. Seperti umumnya kaum muslim yang berniat menunaikan ibadah haji, tidak lepas untuk melakukan berbagai persiapan baik fisik dan mental menjelang keberangkatan. Itang yang masih terbilang muda pada saat itu, juga melakukan hal yang sama. Namun karena usia yang masih muda, bukannya persiapan mental dan hati yang di tingkatkan, ia lebih mengutamakan persiapan duniawi, khususnya persiapan materi yang akan di bawa berhaji.

Itang secara fisik punya kekurangan dalam penglihatan. Ia berkacamata Minus. Menurut pengalaman orang2 berhaji, udara yang panas dan sinar matahari yang menyengat kadang menjadi halangan bagi orang2 berkacamata seperti dirinya, akibat pengaruh pantulan cahaya. Untuk melengkapi dirinya itang memutuskan untuk membeli sebuah sunglasses. Ia pergi ke sebuah optik di jakarta dan memesan sebuah sunglasses khusus untuk dirinya yang berkacamata minus. Umumnya sunglasses berwarna hitam, itang sebaliknya memilih sebuah sunglasses yang cukup bermerek, berwarna hihau, seharga 500 ribu. Jumlah yang tidaklah kecil untuk ukuran sebuah sunglasses di tahun 1994.

Dengan bekal sunglasses Itang berangkat ke tanah suci. Umumnya orang-orang ke tanah suci tidak pernah melewatkan kesempatan untuk berziarah atau sholat ditempat-tempat suci termasuk Masjidil Haram. Namun Itang kadang lebih banyak memilih untuk menghabiskan waktu-waktu selama di Makkah dengan tinggal di penginapan. Udara yang panas, suasana masjid yang penuh sesak orang-orang berhaji menjadi alasan keengganannya.

Hingga pada tanggal 8 dzulhijjah, saat orang-orang yang melaksanakan tarwiyah di Mina mempersiapkan menyambut puncak ibadah Haji, Rombongan Itang masih memilih untuk tinggal di Mekkah saat itu. Saat orang-orang sudah mulai berangkat ke Mina, Itang memutuskan untuk mengunjungi Masjidil haram.

Belum sampai kakinya menjejak masuk ke Pintu Masjidil haram, tiba-tiba ia merasa lengannya ditarik dari belakang. Saat menoleh, tampak seorang pria Arab berperawakan tinggi besar, berkulit hitam di belakangnya. Si Pria Arab ini baru saja selesai melaksanakan thawaf, sementara ia bermunajat memohon kepada Allah, akibat desak-desakan para Jamaah di depan Kabah, ia tiba2 terdorong ke belakang, jatuh dan kaca matanya lepas dari wajahnya. Dengan meraba-raba ia berjalan melangkah karena penglihatannya yang kurang jelas dan akhirnya bertemu dengan Itang di depan Masjidil haram. Pria Arab ini meminta bantuan Itang untuk mengantarnya ke optik untuk membeli kaca mata baru.

Itang sebenarnya enggan untuk membantu pria Arab yang tidak dikenalnya ini. Namun karena pria arab ini memaksanya, terpaksa ia turuti permintaannya. Dibawanya pria Arab ini ke sebuah optik yang kebetulan sudah sempat di liatnya ketika berjalan-jalan di tengah kota Makkah. Namun karena hari itu adalah hari tarwiyah, maka toko-toko di pusat keramaian kota mekkah tutup semua.

Itang mencoba menjelaskan kepada pria Arab tadi, namun typical orang Arab yang keras, pria Arab tadi tetap ingin ditemani oleh Itang mencari ganti kacamatanya yang hilang. Akhirnya karena tak kunjung mendapatkan optik yang buka, pria arab tadi lalu bertanya pada Itang. Ia bertanya apakah Itang memiliki 2 kacamata, karena ia ingin meminta salahsatu kacamata milik Itang. Itang saat itu memang membawa 2 kacamata. Namun ia merasa enggan untuk memberikan kepada pria Arab tadi. Ia berpikir bahwa kedua kacamatanya adalah kacamata minus. Sebelah kiri minus 2,5 dan sebelah kanan minus 3 dan silinder. Ukuran yang belum tentu sama pada setiap orang. Selain itu kedua kacamatanya memiliki fungsi yang berbeda, yang keduanya sama-sama penting. Yang satu sebagai kacamata untuk membaca dan kebutuhan penglihatannya, yang lainnya sebagai kacamata penahan matahari yang dibutuhkan untuk kepentingan ibadah haji. Oleh karena itu Itang merasa keberatan untuk memberikannya. Namun orang Arab tersebut tetap memaksa meminta kacamatanya.

Dengan berat hati akhirnya Itang mengeluarkan sunglasses dari tas gantung di pinggangnya. Kacamata berwarna hijau yang dibelinya seharga 500 ribu, diserahkan pada orang Arab tadi, sambil merutuki karena sunglasses kesayangannya telah berpindah tangan. Oarng Arab tadi langsung meraih kacamata milik Itang dan memakainya. Sekejab penglihatannya merasa asing, namun sedetik kemudian ia berteriak sambil memandang ke langit. ”it’s so bright, it’s so bright”. Ternyata sunglasses yang dikenakan pria Arab tadi menjadi sangat terang dalam penglihatannya. Ia melempar pandangannya ke segala Arah. Sungguh, dalam sunglasses Itang segalanya tampak begitu terang. Itang merasa dongkol dan tak habis menggerutu dalam hati. Ketika ia mengangkat wajahnya, dilihatnya pria Arab tadi sudah menghilang tanpa mengucapkan sedikitpun terimakasih padanya. Itang semakin jengkel, ingin rasanya ia memaki dan mengutuki, namun sesuatu dalam hati melarangnya. Seakan suara hati yang membisikkan padanya untuk bersabar dan mengikhlaskan sedeqah pada orang arab itu. Janji Allah setiap sedeqah pasti akan mendapatkan balasannya apalagi di tanah haram Mekkah pada saat itu.

Itang bersemangat kembali. Ia menanti janji Allah untuk membalas sedeqahnya. Namun hingga musim haji berakhir dan ia balik ke tanah air, ia tak kunjung merasa mendapat balasannya. Tiba di tanah air dan kembali beraktifitas di kantornya, justru ia mendapat cobaan dan fitnah yang keji. Ia dituduh terlibat dalam perampokan yang terjadi di kantornya. Susah payah Itang mencoba menjelaskan ketidaklibatannya, namun nama baiknya telah hancur akibat fitnah tersebut. Merasa depresi dan tidak kuat menahan cobaar, Itang akhirnya mengundurkan diri dari Kantor.

Sebagai orang yang biasa bekerja, orang berpenghasilan, kondisi dirinya sebagai pengangguran membuatnya sangat down dan terpukul. Ia merasa terjerembab dalam penderitaan yang panjang. Ia berusaha mencari pekerjaan namun tidak kunjung ia peroleh. Kondisi yang membuatnya begitu stress dan tertekan. Namun akhirnya perlahan-lahan Itang mulai bangkit. Disela-sela usahanya mencari pekerjaan, ia tak pernah lupa berdoa kepada Allah. Shalat Tahajjud, Shalat Dhuha, zikir dan ibadah2 lainnya di jalaninya dengan tabah dan sabar.

Hingga pada suatu malam entah mengapa ia merasa ingin cepat menjelang pagi. Seusai menunaikan shalat Shubuh, ia langusng bergegas berpakaian yang rapi dan menuju ke kantor Pertamina di Jakarta. Di sana Ia menemui salah seorang rekan yang telah lama dikenalnya dan mengutarakan maksudnya bahwa ia sangat membutuhkan pekerjaan. Syukur, saat itu rekan Itang menyambut dengan baik, ia mengungkapkan bahwa di petamina memang sedang ada project pengadaan dan Itang di persilahkan untuk mengikuti proses tender.

Itang sangat gembira, dengan modal kop dan stempel perusahaan seadanya, yang dimilikinya, ia mengikuti tender dan menang. Dengan hanya bermodal dirinya sebagai karyawan dan sepasang meja kursi di sebuah Gudang tua di bilangan Tangerang, itang mulai menjalankan bisnisnya. Dari usaha pengadaan, ia merambah ke bisnis lainnya. Hingga akhirnya ia dikenal dan dipercaya sebagai kontraktor besar untuk berbagai bisnis di berbagai perusahaan. Usahanya pun meluas hingga keluar negeri. Selain materi yang melimpah untuk dirinya dan keluarganya, ia pun saat ini telah memiliki beberapa kapal tanker untuk kepentingan usahanya.

Ketika ia ditemui, ditanyakan kepadanya apa resep sukses usahanya yang begitu luar biasa. Ia hanya menjawab bahwa semua hanya bermula dari sebuah sun glasses yang disedeqahkan pada seorang pria Arab di tanah suci Mekkah pada musim haji tahun 1994. Itang menjelaskan bahwa keluarbiasaan nilai sebuah shadaqah adalah ketika ikhlas dan tetap yakin bahwa insya Allah akan membalasnya. Seperti pada dirinya, dari hanya sebuah sun glasses Allah berkenan membalas shadaqahnya dengan memberi ganti beberapa kapal tanker yang telah dimilikinya kini.

Courtessy : Indosiar

___________

Wonderful Charity

Someone named Itang who live in Tangerang Jakarta numbers intend to perform the pilgrimage to the Hajj season of 1994. Like most of the Muslims who intend to perform the pilgrimage, not off to do a variety of preparations both physically and mentally before departure. Itang still fairly young at the time, also doing the same thing. But since a young age, instead of mental preparation and the increased heart, he preferred the earthly preparation, particularly preparation of material will be brought pilgrimage. Itang physically have deficiencies in vision. He Minus glasses. According to people pilgrimage experience, hot air and stinging sun sometimes be an obstacle for people used glasses like him, due to the influence of reflected light. To complement her itang decided to buy the sunglasses. He went to an optical in Jakarta and ordered a special sunglasses to her minus glasses. Generally, black sunglasses, itang instead chose a fairly branded sunglasses, green colored worth 500 thousand. Amount is not small for the size of a sunglasses in 1994. In stock Itang sunglasses off to the holy land. Generally the people to the holy land is not never missed a chance to visit or pray the holy places including the Grand Mosque. However Itang more often choose to spend time in Mecca during the stay at the inn. Hot air, the atmosphere of a crowded mosque people on pilgrimage to excuse his reluctance. Up to date 8 Dhu al-Hijjah, when the people who perform at Mina Tarwiyah preparing to welcome peak of the pilgrimage, the Company Itang still choose to stay in Mecca at that time. As people have started to go to Mina, Itang decided to visit the sacred mosque. Not until his feet kicked into haram mosque door, he suddenly felt his arms pulled from behind. When turned, looked a tall Arab man big, black behind him. The Arab man had just finished conducting thawaf, while he pleaded with God praying, due to the crush in front of the Ka'aba Jamaa'ah, he suddenly pushed to the back, fell and his glasses off his face. With a fumble he walked the walk because her vision is less clear and finally meet in front of the Mosque Itang unlawful. Arab man was asking for help to take her to Itang optics to buy new glasses. Itang actually reluctant to help the Arab men who did not know this. But because these arab men forced her, she was forced to obey his request. Arab man was brought to an optical time that happened was in liatnya as a walk in the middle of the city of Mecca. But because the day was Tarwiyah, the shops in the center of the city closed all of Mecca. Itang tried to explain to the Arab man was, but the typical hard Arabs, the Arab man was still to be accompanied by Itang find the missing glasses instead. Finally, because never get a load optical, arab man was then asked to Itang. He asked if Itang have 2 glasses, because he wanted to ask one of our weblink Itang's glasses. Itang when it was brought 2 glasses. But he was reluctant to grant to the Arab man was. He thought that the two glasses is minus glasses. The left minus 2.5 and minus the right side and the cylinder 3. Size is not necessarily the same in every person. Besides the two glasses have different functions, which both are equally important. One as glasses for reading and vision needs, the other as the sun visor glasses needed for pilgrimage purposes. Itang therefore feel reluctant to give it. But the Arabs are still forced to ask his glasses. With a heavy heart Itang finally pulled from the bag sunglasses hanging around his waist. Green sunglasses she bought for $ 500 thousand, given the Arabs had, as his favorite sunglasses has changed hands. Arab man been directly reached Itang's glasses and wear them. Eyesight instantly felt strange, but a second later he shouted, looking at the sky. "It's so bright, it's so bright". Apparently sunglasses worn by Arab men had become very clear in his vision. He threw his eyes to all directions. Indeed, in sunglasses Itang everything looked so bright. Itang feeling cranky and not up muttering to himself. When he lifted his face, he saw the Arab man had already disappeared without a word of thanks to him at all. Itang increasingly annoyed, he wanted to swearing and cursing, but something in the hearts forbid. As if conscience whispered to him to be patient and charity on that arab people. The promise of God every charity certainly will get a reply let alone in Mecca sacred ground at the time. Itang excited again. He waited for God's promise to repay charity. But until the season ends and he pilgrimage back to their homeland, he never felt a return. Arrived in the country and back office activities, instead he got a trial and vicious slander. He is accused of involvement in a robbery that occurred in his office. Itang painstakingly tried to explain, but his reputation has been damaged by such slander. Feeling depressed and not hold cobaar, Itang finally resigned from office. As someone who used to work, the income, the condition itself as unemployment made him very down and beaten. He felt fell in long suffering. He tried to find a job but did not visit she gained. Condition that made her so stressed and depressed. But eventually Itang slowly began to rise. The sidelines of efforts to find a job, he never forgot to pray to God. Tahajjud Prayers, Prayer Duha, remembrance and the other praying with determination and patience. Until one night for some reason it feels like to fast before the morning. Shubuh After prayer, he rushed neatly dressed and headed to the office of Pertamina in Jakarta. There he met one of his colleagues who have long known and the point that she needed a job. Thanksgiving, when it welcomed colleagues Itang well, he revealed that there was indeed petamina project procurement and Itang the invite to participate in the tender process. Itang very happy, with a capital of a company letterhead and stamp patch, he has, he followed the tender and win. With the capital only himself as an employee and a pair of tables and chairs in an old warehouse in the number Tangerang, itang began doing business. Of procurement efforts, he penetrated into other businesses. Until finally he is known and trusted as a major contractor for various businesses in various companies. His efforts also expanded abroad. Apart from the abundant material for himself and his family, he now has several tankers for their business interests. When he found, asked him what his business success recipe is so wonderful. He simply replied that all just started out as a charity sun glasses on an Arab man in the holy land of Mecca in the Hajj season of 1994. Itang explained that the extraordinary value of a charity is as sincere and remain convinced that, God willing, will reciprocate. Like him, from just a sun glasses charity pleased God to give reply to replace a tanker that has been owned now.