Translate

22.1.13

Rasa yang Berubah

Terdapat banyak bangunan di Makassar, ada perumahan, ruko, minimart, super mall, bahkan terdapat beberapa situs besejarah salah satu contohnya adalah  Benteng Ujung Pandang, yang merupakan  peninggalan Kerajaan Gowa Tallo. Itulah Makassar, kota dengan setumpuk bangunan yang mengandung sejuta cerita, dan walaupun sudah nyaris tujuh tahun tidak menetap, Kota Makassar selalu menjadi “rumah” untukku.

Banyak memori di kota ini, mulai dari dialek para daeng becak yang sangat kental di setiap sudut jalan, menunaikan sholat ied bareng keluarga dengan almarhum bapak di karebosi, menyantap pangsit bakso di kampus bareng keenam sahabat entah ngomongin gebetan atau gossip terbaru yang biasanya berakhir dengan kemunculan beberapa teman kuliah cowok yang membuat suasana jadi hambar untuk curhat. Tapi dari semua memori masa lalu, terdapat satu pengalaman yang tak akan hilang dalam pikiranku, yaitu sensasi saat pertama pertama kali menyantap Ayam Goreng yang terletak dibilangan daerah segitiga emas, yang terkenal dengan tempat jual-beli emas atau kerajinan khas makassar. Rasa ayam goreng yang nikmat ditambah sambal pembangkit selera. Bahkan sangat nikmatnya rasa itu, seperti akan melekat selamanya di lidah. Sungguh.

Nah, beberapa tahun yang lalu saat saya bertandang kembali ke Makassar, hasrat untuk mencicipi membuatku kembali. Dan, finally saya duduk memesan paket ayam goreng, dan setelah menunggu dengan sabar akhirnya ayam gorengnya disajikan, aroma harum menyebar, menajamkan segala indra. Lalu saya mencoba suapan pertama. Sensasi itu hilang. yah rasa ayam itu sangat lezat namun ada yang berubah sejak saat pertama kali mencicipi. Mungkin, bumbunya telah ditambah atau entah apa yang menyebabkan rasanya tidak senikmat yang dulu.  Jujur, saya  kecewa.

Suatu ketika aku menceritakan kepada kakak bahwa ayam goreng di rumah makan itu, rasanya sudah berbeda. Kakak, hanya tertawa “Bukan resep, ayam,atau bumbunya yang telah berubah, semua tetap sama, yang berubah adalah pengalaman kamu yang telah banyak menyantap ayam goreng  di tempat lain selain ayam goreng itu …”

Saya coba mengingat saat pertama kali menyantap ayam goreng itu, masih baru tamat SMP kalau gak salah. Masih jaman susah sepeninggal almarhum bapak, dimana kesempatan untuk menikmati makanan lezat dan mahal seperti  berharap hujan di musim kemarau.  Dan, biasanya hanya acara-acara syukuran tertentu saja.

Rumah makan ayam goreng itu adalah rumah makan pertama yang lumayan elit saya kunjungi saat itu. Sedangkan sekarang ? setelah bekerja dan menerima penghasilan setiap bulan, setiap terdapat  tempat makan yang baru launching langsung segera di kunjungi. Ternyata, banyaknya pengalaman menikmati kuliner yang beragam  telah membuat lidah menjadi lebih sensitif dan lebih kaya terhadap rasa.

Jadi, jika sobat memiliki rumah makan favorit di zaman muda dahulu dan ingin menikmatinya kembali, lalu rasanya tak senikmat dulu.  Jangan berfikir cepat tentang resep, bumbu atau apa saja yang telah berubah. Pikirkan kembali seberapa banyak telah melakukan safari kuliner....

Jalan - Jalan ke Jakarta,
Singgah di Kota Makassar
Jangan Sepenuhnya Percaya Berita
Sungguh, Makassar Tidak Kasar

Hehe ...Selamat Beraktifitas :)